UPAYA
MENCERDASKAN KEHIDUPAN BANGSA MELALUI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN INKLUSIF YANG
BERKUALITAS SEBAGAI WUJUD NYATA KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB
Indonesia
adalah negara yang berdasar pancasila. Nilai-nilai yang termaktub di dalamnya
adalah cita-cita bangsa yang harus diwujudkan secara penuh. Seperti halnya peri
kemanusiaan yang adil dan beradab, tentu diharapkan setiap warga negara
Indonesia bisa merasakannya tak terkecuali bagi para penyandang disabilitas. Dari segi dunia pendidikan, pemerintah republik
indonesia telah berupaya keras mewujudkan pendidikan yang merata di seluruh
pelosok negeri. Hal ini sebagai implementasi tujuan Republik Indonesia dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa melalui penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Seperti halnya dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pada
Pasal 5 Ayat 1, bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu.
Perbedaan
bukanlah alasan untuk mengurangi hak dan kewajiban warga negara. Penyandang
disabilitas bukanlah sampah masyarakat. Justru jika potensinya bisa
dikembangkan, mereka dapat menjadi aset negara seperti halnya warga negara yang
hidup normal dapat mendatangkan devisa bahkan dapat lebih baik. Namun yang
masih dirasakan dilapangan hingga sekarang, masih banyak yang menganggap
disabilitas adalah kekurangan yang memalukan. Terlebih minimnya pengetahuan
orangtua tentang sekolah inklusif dan jauhnya akses sekolah luar biasa bagi
putera puterinya yang berkebutuhan khusus. Sekolah luar biasa memang kebanyakan
hanya berkembang di ibu kota kabupaten maupun ibukota provinsi. Akibatnya,
banyak yang mengabaikan potensi dari para penyandang disabillitas yang hidup
jauh dari kota ditambah kurangnya ekonomi.
Salah satu kesepakatan Internasional yang mendorong terwujudnya
sistem pendidikan inklusi adalah Convention on the Rights of Person with
Disabilities and Optional Protocol yang disahkan pada Maret 2007. Pada
pasal 24 dalam Konvensi ini disebutkan bahwa setiap negara berkewajiban untuk
menyelenggarakan sistem pendidikan inklusi di setiap tingkatan pendidikan.
Adapun salah satu tujuannya adalah untuk mendorong terwujudnya partisipasi
penuh kelompok berkebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat.
Pada
dasarnya setiap warga negara berhak untuk menerima pendidikan yang layak, hal
ini telah diatur dalam pasal 31 UUD 1945 ayat 1 yang berbunyi “Setiap warga
negara berhak mendapat pendidikan”. Untuk
itu pemerintah republik indonesia telah mengupayakan mengatasi hal tersebut
dengan mengembangkan sekolah inklusif. Sekolah inklusif adalah sekolah
biasa/reguler yang menyelengarakan pendidikan inklusif dengan mengakomodasi
semua peserta didik baik anak normal maupun anak berkebutuhan khusus yaitu anak
yang menyandang kelainan fisik, intelektual, sosial, emosi, mental, cerdas,
berbakat istimewa, suku terasing, korban bencana alam, bencana sosial/miskin,
mempunyai perbedaan warna kulit, gender, suku bangsa, ras, bahasa, budaya,
agama, tempat tinggal, kelompok politik, anak kembar, yatim, yatim piatu, anak
terlantar, anak tuna wisma, anak terbuang, anak yang terlibat sistem pengadilan
remaja, anak terkena daerah konflik senjata, anak pengemis, anak terkena dampak
narkoba HIV/AIDS (ODHA), anak nomaden dan lain-lain sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhannya (Alimin, Z. dan Permanarian, 2005). Dengan berkembangnya sekolah
inklusif diharapkan anak berkebutuhan khusus tetap dapat berkembang seperti
anak seusianya meski dengan pelayanan yang khusus.
Tercatat
dari gambar di samping bahwa di surabaya terdapat 285 sekolah inklusi pada
tahun 2015 dan di Yogyakarta sudah terdapat 554 sekolah inklusi. Hal ini
menunjukkan jika pemerintah tengah berupaya mengembangkan sekolah inklusi yang
notabene memang perlu untuk didirikan guna melayani kebutuhan para penyandang disabilitas
di Indonesia.
Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,
jumlah anak berkebutuhan khusus yang berhasil didata ada sekitar 1,5 juta jiwa.
Namun secara umum, PBB memperkirakan bahwa paling sedikit ada 10 persen anak usia sekolah yang memiliki kebutuhan khusus. Di Indonesia, jumlah anak usia sekolah, yaitu 5 - 14 tahun, ada sebanyak 42,8 juta jiwa. Jika mengikuti perkiraan tersebut, maka diperkirakan ada kurang lebih 4,2 juta anak Indonesia yang berkebutuhan khusus. Jumlah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Indonesia ternyata cukup besar. (Indah, P.D. dan Binahayati, R. ISSN: 2442-4480:224)
Namun secara umum, PBB memperkirakan bahwa paling sedikit ada 10 persen anak usia sekolah yang memiliki kebutuhan khusus. Di Indonesia, jumlah anak usia sekolah, yaitu 5 - 14 tahun, ada sebanyak 42,8 juta jiwa. Jika mengikuti perkiraan tersebut, maka diperkirakan ada kurang lebih 4,2 juta anak Indonesia yang berkebutuhan khusus. Jumlah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Indonesia ternyata cukup besar. (Indah, P.D. dan Binahayati, R. ISSN: 2442-4480:224)
Dasar hukum
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) diatur pada: UUD RI 1945
terdapat pasal 28C ayat (1) mengenai
hak asasi manusia, yang berbunyi “Setiap orangberhak mengembangkan diri melalui
pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat
dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan
kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. UU RI No.4 Tahun 1997
tentang Penyandang Cacat, UU No. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, PERMENDIKNAS No. 70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Anak Berkebutuhan Khusus
dan Anak Cerdas Istimewa dan Bakat Istimewa.
Selanjutnya pelaksanaan pendidikan inklusif diatur
dalam PERDA masing-masing daerah di Indonesia. Undang-undang
Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003. Pasal 5 menyatakan bahwa:
1.
Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu;
2.
Warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual,
dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus;
3.
Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang
terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus;
4.
Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak
memperoleh pendidikan khusus;
5.
Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan
sepanjang hayat.
Undang-undang
Sisdiknas Pasal 32 menyatakan sebagai berikut:
1.
Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat
kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional,
mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa;
2.
Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah
terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami
bencana alam, bencana sosial, dan tidak mempu dari segi ekonomi;
3.
Ketentuan mengenai pelaksanaan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
peraturan Pemerintah
Berikut
adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan pendidikan inklusif menurut
Sue Stubbs diedit oleh Didi
Tarsid, (2012: 36 dan 133) :
Salah
satu tujuan negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Artinya setiap bangsa Indonesia diharapkan dapat hidup dengan mengenyam
pendidikan menyeluruh tanpa terkecuali para penyandang disabilitas. Pendidikan
inklutif hadir dan terus diupayakan agar mampu mengembangkan manusia
berkebutuhan khusus agar memperoleh haknya yang sama seperti orang normal pada
umumnya. Sehingga diharapkan dengan adanya sekolah inklutif yang berkualitas akan
menciptakan manusia disabilitas yang berkulitas dan mampu bersaing dalam hidup.
Karena pada dasarnya kemanusiaan haruslah adil dan beradab. Setiap orang berhak
meraih mimpi tergantung kemauan usaha dan kerja kerasnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Alimin, Z. dan Permanarian. (2005). Reorientasi Pemahaman Konsep Special
Education ke Konsep Needs Education dan Implikasinya Layanan Pendidikan.
Bandung: Jassi Astati
Darma, I.P. dan Indah, B.R.
(Tanpa Tahun). Pelaksanaan Sekolah Inklusi di Indonesia. Prosiding Ks: Riset &
Pkm Volume: 2 Nomor: 2 Hal: 147 - 300 ISSN: 2442-4480
Stubbs,
S. di edit oleh Tarsidi, D. dan dialih bahas oleh Susi S.,R. (2012). Inclusive Education Where There Are Few
Resources. The Atlas Alliance Global Support to Disabled People
Nama saya Marita Cahya Purnama. Seorang
gadis yang lahir di Banyumas, 20 Maret 1999. Saat ini saya juga sedang
menempuh pendidikan di Prodi PGSD FKIP UNS Kampus VI Kebumen. follow ig saya di @maritacyana, atau facebook saya Marita Cahya
Purnama, boleh follow juga twitter saya @PurnamaCMa. Sekian dan terima
kasih....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar